Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan Embung
KATA PENGANTAR
Dampak kekeringan dan banjir kini
dirasakan semakin besar dan resiko pertanian semakin meningkat dan sulit
diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang luar biasa menyebabkan
kerusakan hutan dan daur hidrologi tidak terelakkan lagi. Indikatornya,
debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di musim
penghujan debit air meningkat tajam. Rendahnya daya serap dan kapasitas
simpan air di DAS ini menyebabkan pasokan air untuk pertanian semakin
tidak menentu. Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan
agronomis akibat pemilihan komoditas yang tidak sesuai dengan kemampuan
pasokan airnya. Gadu nekad adalah teladannya.
Untuk mengatasi kekeringan, maka salah
satu strategi yang paling murah, cepat dan efektif serta hasilnya
langsung terlihat adalah dengan memanen aliran permukaan dan air hujan
di musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi ini sudah
berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti
Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di negara seperti China
yang padat penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya
water harvesting yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah
di sungai, waduk dan danau yang akan dapat menjaga pasokan
sumber-sumber air untuk keperluan pertanian, domestik, municipal dan
industri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan
limpahan air hujan adalah dengan membangun embung ( onfarm reservoir).
Buku Pedoman Teknis Konservasi Air
Melalui Pengembangan Embung ini disusun untuk memberikan informasi
praktis bagi para petugas terkait dalam melakukan upaya melestarikan
keberadaaan air. Pedoman ini supaya ditindaklanjuti dengan penyusunan
juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat memahami
dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga
tujuan dan sasaran kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin
dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi air.
Jakarta, Januari 2007
Direktur,
Direktur,
Dr. Ir. S. Gatot Irianto
NIP. 080.085.357
NIP. 080.085.357
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya dan faktor
determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada
satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air.
Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air masih jauh
dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat
petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di
musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di
musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi
pertanian terutama di lahan kering adalah persoalan ketidaksesuaian
distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu ( temporal)
dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan
sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan
di sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan
sekalipun. Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan
aplicable untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan
air ( water demand) yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara
alamiah ( natural manner). Teknologi embung atau tandon air merupakan
salah satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana,
biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk
berukuran mikro di lahan pertanian ( small farm reservoir) yang dibangun
untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung
tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk
budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi ( high added value
crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung
merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang
sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond
yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan
air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau
lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata,
embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber
air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung
berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan
pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan
penghujan.
B. Tujuan
Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain untuk :- Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya.
- Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
Sasaran pembangunan embung untuk pertanian antara lain:
- Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan.
- Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah-istilah yang memiliki pengertian sebagai berikut :
- Embung.
Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. - Dinas Pertanian
Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya mendapat mandat di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan.
II. PELAKSANAAN
Pengembangan lokasi embung harus memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan petani dan kelompok tani.
A. Persyaratan Lokasi
- Daerah pertanian lahan kering/perkebunan/ peternakan yang memerlukan pasokan air dari embung sebagai suplesi air irigasi.
- Air tanahnya sangat dalam.
- Bukan lahan berpasir.
- Terdapat sumber air yang dapat ditampung baik berupa air hujan, aliran permukaan dan mata air atau parit atau sungai kecil.
- Wilayah sebelah atasnya mempunyai daerah tangkapan air atau wilayah yang mempunyai sumber air untuk dimasukkan ke embung, seperti mata air, sungai kecil atau parit dan lain sebagainya.
B. Persyaratan Petani/Kelompok Tani
- Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan dalam surat pernyataan.
- Kelompok tani yang terpilih adalah kelompok tani yang telah ada sebelumnya, bukan kelompok tani yang baru dibentuk karena ada kegiatan ini.
- Bersedia mengoperasikan, memelihara bangunan secara berkelompok dan bersedia menanggung biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan dalam surat pernyataan.
C. Survey CP/CL
Penanggung jawab kegiatan (Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota) menentukan Calon Lokasi dan Calon Kelompok
Tani sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan pada butir A dan B.
D. Pencatatan Koordinat
Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang meliputi :
- Lintang dan bujur
- Ketinggian lokasi (dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
- Lintang dan bujur
- Ketinggian lokasi (dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
E. Desain Sederhana
Desain sederhana dibuat oleh Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota bersama dengan petani/kelompok tani. Desain
diusahakan sesederhana mungkin agar dapat dibaca oleh pelaksana
(petani/kelompok tani) di lapangan. Dalam penyusunan Desain perlu
diperhatian hal-hal sbb:
- Melakukan observasi lapangan untuk menentukan kontruksi embung yang
paling sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Misalnya pada kondisi
tanah yang porus, dinding embung harus lebih kuat dan kedap air. Embung
dapat dibangun dengan memanfaatkan alur alami, saluran drainase,
menampung mata air atau menggali tanah, atau langsung menampung air hujan. - Menentukan letak geografis embung. Dalam menentukan letak embung harus diperhatikan posisi
lahan dan areal pertanaman, lokasi sumber air, ketinggian dan kemiringan lahan. Sebaiknya letak embung lebih tinggi dibandingkan lahan usahatani agar distribusi dan pengaliran air ke lahan pertanian/peternakan dapat dilakukan dengan sistem gravitasi. - Daerah atas calon lokasi embung sebaiknya merupakan daerah tangkapan air hujan, yang aliran permukaannya dapat diarahkan masuk ke embung.
F. Pengadaan Bahan dan Peralatan
Pengadaan bahan dan peralatan
dilaksanakan oleh petani/kelompok tani agar mengikuti pedoman
pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan dan Air.
G. Konstruksi
Konstruksi pembangunan embung dilakukan
oleh pelaksana yang telah ditunjuk (kelompok tani) dan dilaksanakan
secara padat karya agar petani mampu mengembangkan embung dan merasa
ikut memiliki sejak dini. Pelaksanaaan pembuatan embung dilakukan dalam
beberapa tahap antara lain :
1. Bentuk permukaan embung
a. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan
b. Volume galian
merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume yang dibuat
minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada
konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari
masyarakat. Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding)
dimungkinkan akan lebih luas dari volume minimal tersebut.
2. Menggali Tanah
Penggalian dapat pula dilakukan di dekat
alur alami/saluran drainase/mata air untuk dapat dijadikan sebagai
sumber pengisian air ke dalam embung.
3. Dinding pinggir embung
Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman
2 s/d 2,5 m (tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi
untuk menghindari kotoran yang terbawa air limpasan.
4. Memperkokoh dinding embung
a. Prinsip tahapan ini
adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah berada embung
tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan air di
embung tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Penguatan
dinding embung ini juga dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang
rawan bocor, seperti pada Gambar 3.
b. Untuk memperkokoh
dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari
bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia.
Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara
lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses
pembuatan dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan
dinding embung dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen.
c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi semen agar tidak bocor.
d. Untuk mengurangi
longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di
sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah
pengambilan air.
4. Pembuatan saluran pemasukan ( inlet).
Pembuatan saluran pemasukan berupa
sudetan dari saluran air ke embung sangatlah penting. Saluran pemasukan
dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam embung, sehingga
tidak merusak dinding/tanggul. Saluran pemasukan ini dapat dilengkapi
dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan
ditutup.
5. Membuat pelimpas air/saluran pembuangan ( outlet).
Pelimpas air sangat diperlukan bagi
embung yang dibuat pada alur alami atau saluran drainase. Hal ini untuk
melindungi bendung sekaligus mengalirkan air berlebih. Demikian pula
pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara skematis embung dapat
direpresentasikan pada gambar berikut:
H. Pengawasan
Aparat Dinas Pertanian sebagai penanggung
jawab kegiatan harus melakukan pengawasan selama proses pembangunan
sejak perencanaan hingga konstruksi selesai.
I. Pembiayaan
Biaya disediakan melalui dana Tugas
Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang Honor Tidak Tetap yang
digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50% (Rp. 25
juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk
pembelian bahan bangunan sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit). Biaya Belanja
Lembaga Sosial Lainnya semua akan ditransfer ke rekening kelompok tani
setelah mereka membuat proposal rencana kebutuhan biaya pembangunan
embung. Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota.
Rangkaian kegiatan pelaksanaan
pembangunan dam parit agar dibuat jadwal palang untuk alat kontrol
pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang dimaksud adalah
seperti Lampiran 1.
III. INDIKATOR KINERJA
A. Keluaran ( Output)
Terbangunnya dan berfungsinya embung di
kawasan pertanian lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura,
tanaman perkebunan semusim dan usaha peternakan.
B. Hasil ( Outcome)
Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi).
C. Manfaat ( Benefit)
- Mengurangi resiko usaha pertanian akibat kekeringan.
- Meningkatnya kesempatan berusaha tani terutama pada musim kemarau.
- Meningkatnya kesempatan berusaha tani terutama pada musim kemarau.
D. Dampak ( Impact)
Meningkatnya produktifitas usaha pertanian dan atau indeks pertanaman bagi usahatani tanaman.
IV. MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi dilakukan
terhadap keseluruhan kegiatan Pembangunan Embung yang meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, yaitu :
- Terhadap kegiatan perencanaan meliputi antara lain pemilihan lokasi, sosialisasi, rencana pembiayaan, dukungan dari pemerintah daerah setempat dan lain-lain.
- Terhadap pelaksanaan meliputi kegiatan persiapan, penyusunan rencana kegiatan, organisasi, tugas dan fungsi pelaksana, pengadaan dan penggunaan bahan/alat, pelaksanaan kegiatan fisik, produktivitas pekerjaan dan lain-lain.
- Terhadap pengendalian dan pengawasan meliputi peranan pengawasan, teknis pelaksanaan pekerjaan fisik dan lainlain.
a. Operasional dan Pemeliharaan
Operasional dan pemeliharaan embung yang
telah selesai dibangun dilakukan oleh petani/kelompok tani pengelola
embung. Pemanfaatan air embung dilakukan dengan membuat Jaringan/
Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara untuk mengairi lahan
usahatani, antara lain :
- Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.
- Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa (bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau dengan alat manual lainnya.
Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi suplementer.
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
- Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi kehilangan air oleh penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain :
a. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung dibuat anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan tanaman merambat.
b. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi datangnya angin dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai pengganti tiang. - Memelihara/Melindungi Embung
a. Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul embung.
b. Pengangkatan endapan Lumpur.
c. Perbaikan tanggul yang bocor.
d. Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung.
b. Pelaporan
Laporan diperlukan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Adapun macam laporan adalah :
1) Laporan Perkembangan.
Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan pelaksanaan fisik dan keuangan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan. Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai dari dana Tugas Pembantuan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan. Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai dari dana Tugas Pembantuan.
Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat Lampiran 2). Laporan
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan tembusan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan tembusan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
2) Laporan akhir
Setelah pelaksanaan Pengembangan embung
selesai, penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten wajib menyiapkan
dan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan program Pengembangan Embung
baik dari segi fisik maupun keuangan. Laporan akan lebih informatif dan
komunikatif bila dilengkapi dengan foto-foto dokumentasi minimal kondisi
sebelum dan setelah kegiatan. Out line laporan akhir adalah seperti
Lampiran 3
V. PENUTUP
- Mengingat pembangunan embung ini merupakan kegiatan pendukung usaha
agribisnis pertanian, khususnya dalam antisipasi penyediaan air untuk
pertanian pada saat musim kemarau maka seluruh jajaran yang terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat bekerja
dengan penuh tanggungjawab yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat pertanian. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk diperoleh pembangunan yang lebih baik dan besar. - Untuk terwujudnya pelaksanaan yang efisien dan efektif, setiap penanggungjawab kegiatan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan secara terinci.
- Apabila terjadi perubahan-perubahan rencana fisik dan hal-hal yang belum jelas, dan belum tertuang dalam Pedoman Teknis ini agar segera berkonsultasi kepada koordinator tingkat Propinsi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan/ Perkebunan/Peternakan Propinsi) atau Penanggungjawab Program/Teknis di tingkat Pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Jakarta.
Anonim, 2003. Pengembangan Sarana Konservasi Air Penunjang Pertanian Direktorat Pemanfaatan Air Irigasi, Jakarta.
Syafruddin Karama, Kekeringan dan Banjir,
Bom Besar Bagi Pertanian Indonesia, Harian Suara Pembaharuan, 16
September 2004, Jakarta
Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/
Embung Air
1. Pembuatan Rancangan Embung Air
a. Persiapan
- Pemilihan calon lokasi
Lokasi calon embung sebagaimana tercantum dalam RTT Gerhan. Untuk pemilihan lokasi tapak (site) dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi embung air dengan kriteria sebagai berikut:
a) Daerah kritis dan kekurangan air (defisit)
b) Topografi bergelombang dengan kemiringan <30%
c) Air tanah sangat dalam
d) Tanah liat berlempung atau lempung berdebu
e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan dengan daya tampung air 500 M3 - Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.
b. Penyusunan rancangan teknis
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air sama dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan
rancangan berupa buku rancangan yang dilengkapi dengan lampiran data,
gambar dan peta serta telah disahkan oleh instansi terkait yang
berwenang. Gambar skematis tentang bangunan embung air dapat dilihat
pada Gambar di bawah ini.
2. Pembuatan Embung Air
a. Persiapan
- Penyiapan acuan dan kelembagaan
a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan,
b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi
c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja. - Pembuatan sarana dan prasarana
Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di
lapangan yang antara lain :
a) Pembuatan jalan masuk
b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material - Penataan areal kerja
a) Pembersihan lapangan
b) Pengukuran kembali
c) Pemasangan patok /profil
d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat, maka tidak ada ganti rugi.
b. Pembuatan
- Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 – 3 m).
- Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air
- Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur, plastik atau dengan pasangan batu
- Pemasangan gebalan rumput
c. Pemeliharaan
- Pemeliharaan gebalan rumput
- Perbaikan/pemadatan dinding embung air
- Pengerukan lumpur
d. Organisasi Pelaksana
Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah
kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota
yang mengurusi kehutanan.
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.
Sumber:
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/Menhut-V/2007
Tanggal : 20 Juni 2007: BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS GERAKAN NASIONAL
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL/Gerhan) DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007
Embung
Pengertian
Bangunan konservasi air berbentuk kolam
untuk menampung air hujan dan air limpahan atau air rembesan di lahan
sawah tadah hujan yang berdrainase baik.
Tujuan
Sebagai tempat persediaan air di musim
kemarau, mengendalikan limpasan, serta dapat digunakan untuk berbagai
keperluan (pertanian, peternakan, dan rumah tangga).
Persyaratan Teknis
- Kemiringan lereng: 0 – 30 % (topografi bergelombang)
- Penggunaan lahan: lahan tadah hujan
- Tekstur : liat / liat berdebu
- Curah hujan : kekurangan air sebesar 50 – 1000 mm / tahun
Gambar Teknis
Info Teknis Lainnya
Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air. Surakarta: BP2TPDAS IBB.
Esensi Sebuah ‘Embung’
Aprizal
Dosen Fakultas Teknik UBL, Aktif di Institute for Sustainable Development (ISD)
Ketika banjir melanda Bandar Lampung,
ramai didengungkan oleh beberapa pihak termasuk Pemkot Bandar Lampung
tentang urgensi pembangunan embung. Menurut catatan penulis, telah lebih
dari setahun ini tema tersebut serius diusung. Tahun lalu, Pemkot
Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki tahap DED (detail
engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera dibangun
di beberapa tempat dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Sesungguhnya, tidak salah jika Pemkot
Bandar Lampung berkukuh untuk membangun embung. Karena, embung memang
merupakan bangunan yang dapat mengurangi debit puncak banjir pada suatu
daerah aliran sungai (DAS) dan menahan kelebihan air tersebut untuk
beberapa waktu lamanya. Sehingga, potensi banjir di suatu kawasan/daerah
dapat diminimalisasi bahkan dieliminisasi.
Hanya, perlu diperhatikan konsep atau
ketentuan dasar dalam upaya merealisasikan embung tersebut. Karena,
implikasi logisnya adalah pada timbulnya pertanyaan, benarkah yang
sedang dan akan dibangun Pemkot Bandar Lampung itu adalah embung?
Karena, membangun embung atau penyebutan
embung tersebut jika tanpa merujuk ketentuan atau konsep yang ada akan
berpotensi menimbulkan misunderstanding pada beberapa kalangan. Yang hal
itu jelas akan dapat mengarah ke misinterpretation dalam penerapan di
lapangan.
Konservasi Air
Dari beberapa literatur seputar embung,
seperti Pedoman Membuat Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di
Indonesia (1997) oleh Departemen Pekerjaan Umum, diperoleh definisi
bahwa embung adalah bangunan penyimpan air yang dibangun di daerah
depresi, biasanya di luar sungai.
Embung akan menyimpan air di musim hujan,
kemudian airnya dapat dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama musim
kemarau atau saat kekurangan air. Itu pun dalam memenuhi kebutuhan harus
dengan urutan prioritas, yaitu penduduk, ternak, dan sedikit kebun.
Sementara, menurut Pedoman Teknis
Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung (2007) oleh Departemen
Pertanian, dinyatakan bahwa embung merupakan waduk berukuran mikro di
lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung
kelebihan air hujan di musim hujan yang memenuhi kriteria air bersih.
Air bersih yang ditampung tersebut
selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budi daya
komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di
musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Berdasar peristilahan di atas maka embung
dapat digolongkan sebagai salah satu upaya atau teknik pemanenan air
(water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di
lahan rawa namanya pond, yang berfungsi sebagai tempat penampungan air
drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air
irigasi pada musim kemarau.
Sementara, pada ekosistem tadah hujan
atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak
merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi
sumber air irigasi pada musim kemarau.
Prinsipnya, secara operasional embung
berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan
pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan
penghujan. Sehingga, nuansa pembangunan embung adalah lebih kental untuk
konservasi air.
Secara historis dan teoritis, konsep
dasar konservasi air adalah jangan membuang-buang sumber daya air. Pada
awalnya konservasi air diartikan sebagai penyimpan air dan
menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep
ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah
pada pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai
konservasi sisi kebutuhan.
Konservasi air yang baik merupakan
gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu menyimpan air di kala
berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk keperluan tertentu
yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti menggunakan
air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan
penggunaan rumah tangga lain.
Konservasi air industri berarti
penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan suatu produk.
Konservasi air pertanian berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk
menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak-banyaknya.
Konservasi air penting bagi kelangsungan
kehidupan suatu bangsa, khususnya daerah defisit air tanah, yaitu daerah
kering (arid) dan semi kering (subhumid). Konservasi air ditujukan
tidak hanya meningkatkan volume air tanah, tapi juga meningkatkan
efisiensi penggunaannya, memperbaiki kualitasnya sesuai peruntukannya.
Konservasi air mempunyai efek berganda;
mengurangi kerugian akibat air, mengurangi biaya pengolahan air,
mengurangi ukuran jaringan pipa, dll. Dalam kurun dua dekade, konservasi
air menjadi kunci untuk meningkatkan suplai air bersamaan dengan
peningkatan manajemen kebutuhan.
Beberapa teknik konservasi air antara
lain dengan pembuatan embung, sumur resapan, rorak, dam aprit dan cara
lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi) dengan memanfaatkan mulsa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka
kembali kita dapat melihat dan menilai apakah benar Pemkot Bandar
Lampung sedang berupaya membangun bangunan yang berfungsi untuk
konservasi air. Kalau itu yang dilakukan tentunya apresiasi dan dukungan
patut diberikan kepada pemerintah. Salah besar jika ada yang berani
menentang atau menolaknya.
Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih
dalam upaya pembangunan embung ini. Dari wacana yang ada tampaknya
Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung di beberapa tempat yang jauh
dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada alias minim.
Air yang bakal mengisi embung berasal
dari saluran drainase yang ada di sekitar embung yang akan dibangun
tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi kelebihan debit air
saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir.
Namun, seperti diketahui bersama, saluran
drainase di kota ini, baik itu yang alami seperti sungai ataupun buatan
seperti selokan sangat diragukan kualitasnya. Penelitian dari Haris
Kadarusman, dkk (2006) dari Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
mempertegas realita di atas.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan
bahwa dari 13 sungai di Bandarlampung yang diteliti, hampir semuanya
dalam kondisi tercemar berat terutama di daerah hilir sungai (Seminar
Dewan Air Kota Bandarlampung di Poltekes Tanjungkarang, 18 April 2007).
Hal ini mempertegas pernyataan Clarke
(1991) yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk perkotaan,
berkembangnya kegiatan industri, serta semakin tingginya standar hidup
seperti penggunaan mesin cuci, pencucian mobil dan sebagainya, telah
meningkatkan jumlah kebutuhan air.
Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya pencemaran/polusi air.
Parahnya, sistem drainase Bandar Lampung
saat ini adalah sistem drainase campuran, yakni sistem drainase yang
selain berfungsi mengalirkan air hujan yang bersih juga bercampur dengan
air kotor atau limbah yang berasal dari domestik penduduk maupun
industri.
Jika demikian, kondisi air yang ada di
dalam embung nantinya, maka manalah mungkin secara optimal dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti sumber air bersih untuk
warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi yang diungkap
di atas.
Lebih-lebih jika akan digunakan untuk
wisata atau taman rekreasi masyarakat, sungguh tidak tepat. Di samping
itu pula sangat diragukan kontinuitas ketersediaan air yang akan
mengisinya. Ada dua kemungkinan jika embung tetap dibangun. Pertama, air
yang terus ditahan tidak diganti-ganti karena minimnya pasokan air
tersebut akan menebar aroma yang tidak sedap dan jelas akan merusak
pemandangan karena proses pembusukan di dalamnya.
Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar
Lampung sangat perlu melakukan upaya terpadu, yakni juga membangun IPAL
(instalasi pengolahan air limbah) buatan atau yang alami, misalnya,
dengan “taman tanaman air” untuk menjernihkan air buangan tersebut (self
purification, eco-sanitary atau eco-san).
Pilihan kedua adalah nantinya akan
dikuras habis manakala hujan berhenti, sehingga tinggalah embung
tersebut yang kosong. Jelas itu bukan embung, lebih tepat disebut dengan
bangunan kolam retensi (detention pond atau retarding basin).
Karena, bangunan jenis ini hanya
berfungsi manakala kapasitas saluran drainase sudah diduga akan limpas
dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi permukiman penduduk
atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu tempat
untuk nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.
Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan
bahwa itukan hanya perbedaan istilah saja antara embung dengan kolam
retensi. Namun, penulis justru memandang bahwa dari perbedaan itulah
akan berimbas dan merembet ke banyak hal.
Mulai dari perbedaan jenis survei yang
akan dilakukan, lalu metode kajian atau studi yang harus dipikirkan,
selanjutnya analisis dampak lingkungan yang harus diperhitungkan
masak-masak, kemudian perencanaan apa yang harus dibuat akibat perbedaan
bangunan pelengkap yang sedikit berbeda sampai nantinya berujung pada
upaya operasional dan perawatannya.
Sehingga, sedikit perbedaan peristilahan
itu saja, sesungguhnya akan menjadi perbedaan yang sangat bisa dirasakan
manakala telah terwujud nyata di hadapan kita.
Kolam retensi pun biasanya memiliki
banyak fungsi, setidaknya minimal dwifungsi. Yakni, fungsi pertama
seperti yang disebut di atas yaitu menahan air ketika hujan deras maka
kolam akan terisi air. Kemudian, bila telah menunaikan fungsinya menahan
air, ia akan beralih fungsi, misalnya, sebagai area parkir maupun
sarana olahraga. Model seperti ini banyak dilakukan di beberapa negara,
contohnya, Jepang.
Di Jepang, kolam retensi merangkap
sebagai lahan parkir dalam basement. Jika hujan deras difungsikan untuk
menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka akan menjadi lahan
untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah-daerah yang
tidak bisa tidak pasti akan mengalami banjir alias langganan banjir.
Karena, bangunan atau gedung tersebut
berada di daerah rendah yang dalam hal ini amat sangat sulit untuk
direlokasi mengingat pentingnya bangunan atau gedung tersebut. Atau,
biaya yang diperlukan untuk merelokasi dengan pembuatan kolam retensi
ternyata lebih realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.
Sedangkan untuk lokasi yang masih luas
dan lapang maka penggunaan kolam retensi dapat dioptimlakan dengan
menambah fungsi lain yang memiliki nilai manfaat yang cukup tinggi pula
dilihat dari sisi ekonomisnya. Seperti, kolam retensi terbuka yang
berfungsi juga untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar.
Contoh itu dapat dilihat secara nyata di
banyak tempat, seperti di Kirigauka Regulating Pond yang berada dekat
Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia lapangan tenis yang banyak.
Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan banjir, maka tempat
tersebut dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau.
Namun, dalam kondisi normal alias tidak
hujan maka kolam tersebut akan menjadi tempat berolahraga tenis, yang
akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat.
Sekali lagi, memang keduanya, baik embung
atau kolam retensi dapat mengurangi potensi banjir. Namun, kriteria dan
konsep dasar pembangunan dari kedua bangunan air ini berbeda. Sehingga,
jangan dibolak-balik, misalnya, penyebutan embung itu serupa dengan
kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung.
Atau yang berkembang saat ini asumsi
beberapa pihak menyebut embung itu adalah kolam ikan. (Lampung Post,
edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun seperti penjelasan semula
bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya ikan, tapi fungsi
embung yang utama bukanlah sebagai kolam ikan.
Kolam retensi, kolam ikan bisa dibangun
di mana saja alias tak perlu harus melulu disuplai air bersih, air
kurang bersihpun bisa, sedangkan embung tidak, yakni harus air bersih
yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nah, sekarang terserah Pemkot
Bandar Lampung hendak membangun apa. Mau membangun embung silakan, mau
membangun kolam retensi juga monggo, atau mau membangun kolam ikan pun
boleh, asal sesuai dengan kriteria, kajian, dan peruntukannya. Bukan
begitu? n
Sumber: Lampung Post, Rabu, 30 Mei 2007
Embung Kolam Penampung Air
Salah satu cara untuk menanggulangi
kekurangan air di lahan sawah tadah hujan adalah dengan membangun kolam
penampung air atau embung. Embung adalah kolam penampung kelebihan air
hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau.
TUJUAN PEMBUATAN EMBUNG:
- Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau.
- Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani di lahan tadah hujan.
- Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota.
- Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir.
- Memperbesar peresapan air ke dalam tanah.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu:
Tekstur tanah:
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat pada lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah
meresapkan air) tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat
hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau ditembok
sekeliling embung.
KEMIRINGAN LAHAN
Embung sebaiknya dibuat pada areal
pertanaman yang bergelombang dengan kemiringan antara 8 – 30%. Agar
limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir kedalam embung dan
air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, maka harus ada
perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.
Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah karena erosi.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah karena erosi.
LOKASI
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan
saluran air yang ada disekitarnya, supaya pada saat hujan, air di
permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
UKURAN EMBUNG
Embung bisa dibangun secara individu atau
berkelompok, tergantung keperluan dan luas areal tanaman yang akan
diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0,5
hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 m, lebar 5 m
dan kedalaman 2,5 m – 3 m.
JENIS TANAMAN DAN CARA PENGAIRAN
Umumnya embung digunakan untuk mengairi
padi musim kemarau, palawija seperti jagung, kacang tanah, kedelai,
kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat air dari embung sangat
terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin. Sebaiknya teknik
pengairan dilakukan dengan cara irigasi tetesan terutama untuk palawija
dan irigasi pada sela-seta larikan.
Apabila air embung akan digunakan untuk
mengairi padi dianjurkan untuk mengairi hanya pada saat-saat tertentu,
seperti pada stadia primordia, pembungaan dan pengisian bulir padi.
Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh
air.
PEMBUATAN EMBUNG
Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur
sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal tersebut dimaksudkan agar
diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan air melalui
tanggul lebih sedikit.
Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan
bentuk embung yang diinginkan tahapan selanjutnya adalah penggalian
tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Cara penggaliannya
adalah sebagai berikut :
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Saluran pemasukan air limpasan dan
pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak
penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul berkisar
25 – 50 cm.
Pelapisan tanah liat
Supaya tanggul tidak mudah bobol,
sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap dengan cara : tanah liat
(lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk pasta, lalu ditempel pada
dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar kemudian secara
berangsur naik ke dinding embung.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah.
Untuk menekan kelongsoran, pelapis dinding embung dipapas sampai mendekati kemiringan 70° – 80° atau dibuat undakan.
Pada tanah berpasir resapan air kebawah
(perkolasi) maupun melalui tanggul agak cepat. Oleh karena itu dinding
embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau campuran kapur
dengan tanah liat.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.
Sumber: PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BADAN LITBANG PERTANIAN DEPTAN, 1994
Disusun oleh : Ir. Eddy Purnomo
Diproduksi : IPPTP Wonocolo
Sumber Dana : APBD Tk. I Jatim
Tahun Anggaran 1997/1998
Disusun oleh : Ir. Eddy Purnomo
Diproduksi : IPPTP Wonocolo
Sumber Dana : APBD Tk. I Jatim
Tahun Anggaran 1997/1998
CONTOH SPESIFIKASI EMBUNG
EMBUNG KULAK SECANG
1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka meningkatkan kemakmuran
masyarakat dengan prioritas peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah
desa tertinggal, masih diperlukan pengembangan potensi sumber daya air
yang ada di daerah tersebut terutama untuk daerah yang menghadapi
kendala kesulitan memperoleh air untuk berbagai kebutuhan termasuk untuk
kebutuhan irigasi.
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak
kekurangan air khususnya di musim kemarau adalah dengan membangun embung
– embung di daerah yang kekurangan air.
Embung selain dapat menampung air dimusim
penghujan untuk digunakan di musim kemarau juga dapat menaikkan
permukaan air tanah dan dapat mempertahankan simpanan air tanah di
daerah hulu.
Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.
2. LOKASI PEKERJAAN
Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.
2. LOKASI PEKERJAAN
Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur.
3. MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
Maksud tujuan dan manfaat dibangunnya Embung Kulak Secang adalah :
a. Membantu kebutuhan air irigasi 71 Ha terutama di musim kemarau.
b. Pengembangan obyek wisata
c. Meningkatkan taraf hidup masyarakat disekitar embung.
a. Membantu kebutuhan air irigasi 71 Ha terutama di musim kemarau.
b. Pengembangan obyek wisata
c. Meningkatkan taraf hidup masyarakat disekitar embung.
4. KONSULTAN PERENCANA
Pelaksana pekerjaan Studi Investigasi dan Desain dilaksanakan oleh NIWY Consultant pada tahun 2002.
5. SUMBER DANA
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
6. DATA TEKNIK
6.1. Kolam Embung
- Luas DAS : 1,50 Km2
- Elevasi Muka Air Maksimum : + 107,99
- Elevasi Muka Air Normal : + 107,00
- Elevasi Muka Air Minimum : + 101,00
- Luas Daerah Genangan (HWL) : 1,53 Ha.
- Kapasitas Tampungan Total : 43.431,00 m3
- Kapasitas Tampungan Efektif : 41.632,00 m3
6.2. Tubuh Embung
- Type : Homogen Earth Fill
- EL. Puncak : 109,00 m
- Lebar Puncak : 5,00 m
- Tinggi Embung : 10,00 m
- Panjang As Embung : 87,50 m
6.3. Bangunan Pelimpah
- Type : Non Gated Overflow
- EL. Ambang : 107,00 m
- Lebar Ambang : 5,00 m
- Debit Banjir Rencana : 10,33 m3/dt
- Bahan Konstruksi : Pasangan Batu Kali
6.4. Kolam Olak
- Type : USBR Type III
- Lebar Kolam Olak : 5,00 m
- Panjang Kolam Olak : 6,00 m
6.5. Bangunan Pengambilan
- Type Intake : Non Gated Horizontal Intake With Trash Rack
- EL. Dasar Lubang Intake : 101,00 m
- Type Konduit : Pipa Beton
- Diameter Pipa (Dalam) : 0,30 m
- Type Regulator : Sluice Valve At Outlet P
Posting yang luar biasa. Trims mbak.
ReplyDelete