Thursday, January 24, 2013

PEMBANGUNAN EMBUNG

Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan Embung

KATA PENGANTAR

Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli)
Dampak kekeringan dan banjir kini dirasakan semakin besar dan resiko pertanian semakin meningkat dan sulit diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang luar biasa menyebabkan kerusakan hutan dan daur hidrologi tidak terelakkan lagi. Indikatornya, debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di musim penghujan debit air meningkat tajam. Rendahnya daya serap dan kapasitas simpan air di DAS ini menyebabkan pasokan air untuk pertanian semakin tidak menentu. Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan agronomis akibat pemilihan komoditas yang tidak sesuai dengan kemampuan pasokan airnya. Gadu nekad adalah teladannya.
Untuk mengatasi kekeringan, maka salah satu strategi yang paling murah, cepat dan efektif serta hasilnya langsung terlihat adalah dengan memanen aliran permukaan dan air hujan di musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi ini sudah berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di negara seperti China yang padat penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya water harvesting yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di sungai, waduk dan danau yang akan dapat menjaga pasokan sumber-sumber air untuk keperluan pertanian, domestik, municipal dan industri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limpahan air hujan adalah dengan membangun embung ( onfarm reservoir).
Buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung ini disusun untuk memberikan informasi praktis bagi para petugas terkait dalam melakukan upaya melestarikan keberadaaan air. Pedoman ini supaya ditindaklanjuti dengan penyusunan juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat memahami dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan dan sasaran kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi air.
Jakarta, Januari 2007
Direktur,
Dr. Ir. S. Gatot Irianto
NIP. 080.085.357

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu ( temporal) dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun. Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand) yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah ( natural manner). Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian ( small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi ( high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.
B. Tujuan
Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain untuk :
  1. Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya.
  2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
C. Sasaran
Sasaran pembangunan embung untuk pertanian antara lain:
  1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan.
  2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
D. Istilah
Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah-istilah yang memiliki pengertian sebagai berikut :
  1. Embung.
    Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan.
  2. Dinas Pertanian
    Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya mendapat mandat di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan.

II. PELAKSANAAN

Pengembangan lokasi embung harus memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan petani dan kelompok tani.
A. Persyaratan Lokasi
  1. Daerah pertanian lahan kering/perkebunan/ peternakan yang memerlukan pasokan air dari embung sebagai suplesi air irigasi.
  2. Air tanahnya sangat dalam.
  3. Bukan lahan berpasir.
  4. Terdapat sumber air yang dapat ditampung baik berupa air hujan, aliran permukaan dan mata air atau parit atau sungai kecil.
  5. Wilayah sebelah atasnya mempunyai daerah tangkapan air atau wilayah yang mempunyai sumber air untuk dimasukkan ke embung, seperti mata air, sungai kecil atau parit dan lain sebagainya.
B. Persyaratan Petani/Kelompok Tani
  1. Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan dalam surat pernyataan.
  2. Kelompok tani yang terpilih adalah kelompok tani yang telah ada sebelumnya, bukan kelompok tani yang baru dibentuk karena ada kegiatan ini.
  3. Bersedia mengoperasikan, memelihara bangunan secara berkelompok dan bersedia menanggung biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan dalam surat pernyataan.
C. Survey CP/CL
Penanggung jawab kegiatan (Dinas Pertanian Kabupaten/Kota) menentukan Calon Lokasi dan Calon Kelompok Tani sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan pada butir A dan B.
D. Pencatatan Koordinat
Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang meliputi :
- Lintang dan bujur
- Ketinggian lokasi (dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
E. Desain Sederhana
Desain sederhana dibuat oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota bersama dengan petani/kelompok tani. Desain diusahakan sesederhana mungkin agar dapat dibaca oleh pelaksana (petani/kelompok tani) di lapangan. Dalam penyusunan Desain perlu diperhatian hal-hal sbb:
  1. Melakukan observasi lapangan untuk menentukan kontruksi embung yang paling sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Misalnya pada kondisi tanah yang porus, dinding embung harus lebih kuat dan kedap air. Embung dapat dibangun dengan memanfaatkan alur alami, saluran drainase,
    menampung mata air atau menggali tanah, atau langsung menampung air hujan.
  2. Menentukan letak geografis embung. Dalam menentukan letak embung harus diperhatikan posisi
    lahan dan areal pertanaman, lokasi sumber air, ketinggian dan kemiringan lahan. Sebaiknya letak embung lebih tinggi dibandingkan lahan usahatani agar distribusi dan pengaliran air ke lahan pertanian/peternakan dapat dilakukan dengan sistem gravitasi.
  3. Daerah atas calon lokasi embung sebaiknya merupakan daerah tangkapan air hujan, yang aliran permukaannya dapat diarahkan masuk ke embung.
F. Pengadaan Bahan dan Peralatan
Pengadaan bahan dan peralatan dilaksanakan oleh petani/kelompok tani agar mengikuti pedoman pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air.
G. Konstruksi
Konstruksi pembangunan embung dilakukan oleh pelaksana yang telah ditunjuk (kelompok tani) dan dilaksanakan secara padat karya agar petani mampu mengembangkan embung dan merasa ikut memiliki sejak dini. Pelaksanaaan pembuatan embung dilakukan dalam beberapa tahap antara lain :
1. Bentuk permukaan embung
Gambar 1. Bentuk Permukaan Embung (Tidak Beraturan) Sesuai Kondisi Di Lapangan
Gambar 1. Bentuk Permukaan Embung (Tidak Beraturan) Sesuai Kondisi Di Lapangan
a. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan
b. Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume yang dibuat minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat. Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan akan lebih luas dari volume minimal tersebut.
Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping
Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping
2. Menggali Tanah
Penggalian dapat pula dilakukan di dekat alur alami/saluran drainase/mata air untuk dapat dijadikan sebagai sumber pengisian air ke dalam embung.
3. Dinding pinggir embung
Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman 2 s/d 2,5 m (tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari kotoran yang terbawa air limpasan.
4. Memperkokoh dinding embung
a. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah berada embung tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan air di embung tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Penguatan dinding embung ini juga dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang rawan bocor, seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli)
Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli)
b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen.
c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi semen agar tidak bocor.
d. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah pengambilan air.
Gambar 4. Tangga Atau Undakan Di Sekeliling Dinding Embung
Gambar 4. Tangga Atau Undakan Di Sekeliling Dinding Embung
4. Pembuatan saluran pemasukan ( inlet).
Pembuatan saluran pemasukan berupa sudetan dari saluran air ke embung sangatlah penting. Saluran pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam embung, sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran pemasukan ini dapat dilengkapi dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan ditutup.
5. Membuat pelimpas air/saluran pembuangan ( outlet).
Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau saluran drainase. Hal ini untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air berlebih. Demikian pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara skematis embung dapat direpresentasikan pada gambar berikut:
Gambar 5. Desain Sederhana Embung
Gambar 5. Desain Sederhana Embung
H. Pengawasan
Aparat Dinas Pertanian sebagai penanggung jawab kegiatan harus melakukan pengawasan selama proses pembangunan sejak perencanaan hingga konstruksi selesai.
I. Pembiayaan
Biaya disediakan melalui dana Tugas Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang Honor Tidak Tetap yang digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk pembelian bahan bangunan sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit). Biaya Belanja Lembaga Sosial Lainnya semua akan ditransfer ke rekening kelompok tani setelah mereka membuat proposal rencana kebutuhan biaya pembangunan embung. Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.
Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dam parit agar dibuat jadwal palang untuk alat kontrol pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang dimaksud adalah seperti Lampiran 1.

III. INDIKATOR KINERJA

A. Keluaran ( Output)
Terbangunnya dan berfungsinya embung di kawasan pertanian lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura, tanaman perkebunan semusim dan usaha peternakan.
B. Hasil ( Outcome)
Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi).
C. Manfaat ( Benefit)
- Mengurangi resiko usaha pertanian akibat kekeringan.
- Meningkatnya kesempatan berusaha tani terutama pada musim kemarau.
D. Dampak ( Impact)
Meningkatnya produktifitas usaha pertanian dan atau indeks pertanaman bagi usahatani tanaman.

IV. MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan kegiatan Pembangunan Embung yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, yaitu :
  1. Terhadap kegiatan perencanaan meliputi antara lain pemilihan lokasi, sosialisasi, rencana pembiayaan, dukungan dari pemerintah daerah setempat dan lain-lain.
  2. Terhadap pelaksanaan meliputi kegiatan persiapan, penyusunan rencana kegiatan, organisasi, tugas dan fungsi pelaksana, pengadaan dan penggunaan bahan/alat, pelaksanaan kegiatan fisik, produktivitas pekerjaan dan lain-lain.
  3. Terhadap pengendalian dan pengawasan meliputi peranan pengawasan, teknis pelaksanaan pekerjaan fisik dan lainlain.
a. Operasional dan Pemeliharaan
Operasional dan pemeliharaan embung yang telah selesai dibangun dilakukan oleh petani/kelompok tani pengelola embung. Pemanfaatan air embung dilakukan dengan membuat Jaringan/ Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara untuk mengairi lahan usahatani, antara lain :
  1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.
  2. Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa (bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau dengan alat manual lainnya.
Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi suplementer.
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
  1. Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi kehilangan air oleh penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain :
    a. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung dibuat anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan tanaman merambat.
    b. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi datangnya angin dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai pengganti tiang.
  2. Memelihara/Melindungi Embung
    a. Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul embung.
    b. Pengangkatan endapan Lumpur.
    c. Perbaikan tanggul yang bocor.
    d. Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung.
b. Pelaporan
Laporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Adapun macam laporan adalah :
1) Laporan Perkembangan.
Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan pelaksanaan fisik dan keuangan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan. Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai dari dana Tugas Pembantuan.
Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat Lampiran 2). Laporan
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan tembusan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
2) Laporan akhir
Setelah pelaksanaan Pengembangan embung selesai, penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten wajib menyiapkan dan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan program Pengembangan Embung baik dari segi fisik maupun keuangan. Laporan akan lebih informatif dan komunikatif bila dilengkapi dengan foto-foto dokumentasi minimal kondisi sebelum dan setelah kegiatan. Out line laporan akhir adalah seperti Lampiran 3

V. PENUTUP

  1. Mengingat pembangunan embung ini merupakan kegiatan pendukung usaha agribisnis pertanian, khususnya dalam antisipasi penyediaan air untuk pertanian pada saat musim kemarau maka seluruh jajaran yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat bekerja
    dengan penuh tanggungjawab yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat pertanian. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk diperoleh pembangunan yang lebih baik dan besar.
  2. Untuk terwujudnya pelaksanaan yang efisien dan efektif, setiap penanggungjawab kegiatan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan secara terinci.
  3. Apabila terjadi perubahan-perubahan rencana fisik dan hal-hal yang belum jelas, dan belum tertuang dalam Pedoman Teknis ini agar segera berkonsultasi kepada koordinator tingkat Propinsi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan/ Perkebunan/Peternakan Propinsi) atau Penanggungjawab Program/Teknis di tingkat Pusat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Jakarta.
Anonim, 2003. Pengembangan Sarana Konservasi Air Penunjang Pertanian Direktorat Pemanfaatan Air Irigasi, Jakarta.
Syafruddin Karama, Kekeringan dan Banjir, Bom Besar Bagi Pertanian Indonesia, Harian Suara Pembaharuan, 16 September 2004, Jakarta
Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/

Embung Air

1. Pembuatan Rancangan Embung Air
a. Persiapan
  1. Pemilihan calon lokasi
    Lokasi calon embung sebagaimana tercantum dalam RTT Gerhan. Untuk pemilihan lokasi tapak (site) dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi embung air dengan kriteria sebagai berikut:
    a) Daerah kritis dan kekurangan air (defisit)
    b) Topografi bergelombang dengan kemiringan <30%
    c) Air tanah sangat dalam
    d) Tanah liat berlempung atau lempung berdebu
    e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan dengan daya tampung air 500 M3
  2. Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.
b. Penyusunan rancangan teknis
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air sama dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang. Gambar skematis tentang bangunan embung air dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 1. Sketsa Embung Air
Gambar 1. Sketsa Embung Air
2. Pembuatan Embung Air
a. Persiapan
  1. Penyiapan acuan dan kelembagaan
    a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan,
    b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi
    c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.
  2. Pembuatan sarana dan prasarana
    Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di
    lapangan yang antara lain :
    a) Pembuatan jalan masuk
    b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material
  3. Penataan areal kerja
    a) Pembersihan lapangan
    b) Pengukuran kembali
    c) Pemasangan patok /profil
    d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat, maka tidak ada ganti rugi.
b. Pembuatan
  1. Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 – 3 m).
  2. Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air
  3. Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur, plastik atau dengan pasangan batu
  4. Pemasangan gebalan rumput
c. Pemeliharaan
  1. Pemeliharaan gebalan rumput
  2. Perbaikan/pemadatan dinding embung air
  3. Pengerukan lumpur
d. Organisasi Pelaksana
Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi kehutanan.
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/Menhut-V/2007 Tanggal : 20 Juni 2007: BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL/Gerhan) DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007

Embung

Pengertian
Bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpahan  atau air rembesan di lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik.
Sketsa Embung
Sketsa Embung
Tujuan
Sebagai tempat persediaan air di musim kemarau, mengendalikan limpasan, serta dapat digunakan untuk berbagai keperluan (pertanian, peternakan, dan rumah tangga).
Persyaratan Teknis
  1. Kemiringan lereng: 0 – 30 % (topografi bergelombang)
  2. Penggunaan lahan: lahan tadah hujan
  3. Tekstur : liat / liat berdebu
  4. Curah hujan : kekurangan air sebesar 50 – 1000 mm / tahun
Gambar Teknis
Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002.
Gambar 1. Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air. Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002.
Info Teknis Lainnya
Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air. Surakarta: BP2TPDAS IBB.

Esensi Sebuah ‘Embung’

Aprizal
Dosen Fakultas Teknik UBL, Aktif di Institute for Sustainable Development (ISD)
Ketika banjir melanda Bandar Lampung, ramai didengungkan oleh beberapa pihak termasuk Pemkot Bandar Lampung tentang urgensi pembangunan embung. Menurut catatan penulis, telah lebih dari setahun ini tema tersebut serius diusung. Tahun lalu, Pemkot Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki tahap DED (detail engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera dibangun di beberapa tempat dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Sesungguhnya, tidak salah jika Pemkot Bandar Lampung berkukuh untuk membangun embung. Karena, embung memang merupakan bangunan yang dapat mengurangi debit puncak banjir pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan menahan kelebihan air tersebut untuk beberapa waktu lamanya. Sehingga, potensi banjir di suatu kawasan/daerah dapat diminimalisasi bahkan dieliminisasi.
Hanya, perlu diperhatikan konsep atau ketentuan dasar dalam upaya merealisasikan embung tersebut. Karena, implikasi logisnya adalah pada timbulnya pertanyaan, benarkah yang sedang dan akan dibangun Pemkot Bandar Lampung itu adalah embung?
Karena, membangun embung atau penyebutan embung tersebut jika tanpa merujuk ketentuan atau konsep yang ada akan berpotensi menimbulkan misunderstanding pada beberapa kalangan. Yang hal itu jelas akan dapat mengarah ke misinterpretation dalam penerapan di lapangan.
Konservasi Air
Dari beberapa literatur seputar embung, seperti Pedoman Membuat Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1997) oleh Departemen Pekerjaan Umum, diperoleh definisi bahwa embung adalah bangunan penyimpan air yang dibangun di daerah depresi, biasanya di luar sungai.
Embung akan menyimpan air di musim hujan, kemudian airnya dapat dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama musim kemarau atau saat kekurangan air. Itu pun dalam memenuhi kebutuhan harus dengan urutan prioritas, yaitu penduduk, ternak, dan sedikit kebun.
Sementara, menurut Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung (2007) oleh Departemen Pertanian, dinyatakan bahwa embung merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan yang memenuhi kriteria air bersih.
Air bersih yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budi daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Berdasar peristilahan di atas maka embung dapat digolongkan sebagai salah satu upaya atau teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond, yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara, pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.
Prinsipnya, secara operasional embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan. Sehingga, nuansa pembangunan embung adalah lebih kental untuk konservasi air.
Secara historis dan teoritis, konsep dasar konservasi air adalah jangan membuang-buang sumber daya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai penyimpan air dan menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah pada pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.
Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu menyimpan air di kala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk keperluan tertentu yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan penggunaan rumah tangga lain.
Konservasi air industri berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak-banyaknya.
Konservasi air penting bagi kelangsungan kehidupan suatu bangsa, khususnya daerah defisit air tanah, yaitu daerah kering (arid) dan semi kering (subhumid). Konservasi air ditujukan tidak hanya meningkatkan volume air tanah, tapi juga meningkatkan efisiensi penggunaannya, memperbaiki kualitasnya sesuai peruntukannya.
Konservasi air mempunyai efek berganda; mengurangi kerugian akibat air, mengurangi biaya pengolahan air, mengurangi ukuran jaringan pipa, dll. Dalam kurun dua dekade, konservasi air menjadi kunci untuk meningkatkan suplai air bersamaan dengan peningkatan manajemen kebutuhan.
Beberapa teknik konservasi air antara lain dengan pembuatan embung, sumur resapan, rorak, dam aprit dan cara lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi) dengan memanfaatkan mulsa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kembali kita dapat melihat dan menilai apakah benar Pemkot Bandar Lampung sedang berupaya membangun bangunan yang berfungsi untuk konservasi air. Kalau itu yang dilakukan tentunya apresiasi dan dukungan patut diberikan kepada pemerintah. Salah besar jika ada yang berani menentang atau menolaknya.
Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih dalam upaya pembangunan embung ini. Dari wacana yang ada tampaknya Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung di beberapa tempat yang jauh dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada alias minim.
Air yang bakal mengisi embung berasal dari saluran drainase yang ada di sekitar embung yang akan dibangun tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi kelebihan debit air saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir.
Namun, seperti diketahui bersama, saluran drainase di kota ini, baik itu yang alami seperti sungai ataupun buatan seperti selokan sangat diragukan kualitasnya. Penelitian dari Haris Kadarusman, dkk (2006) dari Politeknik Kesehatan Tanjungkarang mempertegas realita di atas.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa dari 13 sungai di Bandarlampung yang diteliti, hampir semuanya dalam kondisi tercemar berat terutama di daerah hilir sungai (Seminar Dewan Air Kota Bandarlampung di Poltekes Tanjungkarang, 18 April 2007).
Hal ini mempertegas pernyataan Clarke (1991) yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, berkembangnya kegiatan industri, serta semakin tingginya standar hidup seperti penggunaan mesin cuci, pencucian mobil dan sebagainya, telah meningkatkan jumlah kebutuhan air.
Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya pencemaran/polusi air.
Parahnya, sistem drainase Bandar Lampung saat ini adalah sistem drainase campuran, yakni sistem drainase yang selain berfungsi mengalirkan air hujan yang bersih juga bercampur dengan air kotor atau limbah yang berasal dari domestik penduduk maupun industri.
Jika demikian, kondisi air yang ada di dalam embung nantinya, maka manalah mungkin secara optimal dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti sumber air bersih untuk warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi yang diungkap di atas.
Lebih-lebih jika akan digunakan untuk wisata atau taman rekreasi masyarakat, sungguh tidak tepat. Di samping itu pula sangat diragukan kontinuitas ketersediaan air yang akan mengisinya. Ada dua kemungkinan jika embung tetap dibangun. Pertama, air yang terus ditahan tidak diganti-ganti karena minimnya pasokan air tersebut akan menebar aroma yang tidak sedap dan jelas akan merusak pemandangan karena proses pembusukan di dalamnya.
Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar Lampung sangat perlu melakukan upaya terpadu, yakni juga membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah) buatan atau yang alami, misalnya, dengan “taman tanaman air” untuk menjernihkan air buangan tersebut (self purification, eco-sanitary atau eco-san).
Pilihan kedua adalah nantinya akan dikuras habis manakala hujan berhenti, sehingga tinggalah embung tersebut yang kosong. Jelas itu bukan embung, lebih tepat disebut dengan bangunan kolam retensi (detention pond atau retarding basin).
Karena, bangunan jenis ini hanya berfungsi manakala kapasitas saluran drainase sudah diduga akan limpas dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi permukiman penduduk atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu tempat untuk nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.
Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan bahwa itukan hanya perbedaan istilah saja antara embung dengan kolam retensi. Namun, penulis justru memandang bahwa dari perbedaan itulah akan berimbas dan merembet ke banyak hal.
Mulai dari perbedaan jenis survei yang akan dilakukan, lalu metode kajian atau studi yang harus dipikirkan, selanjutnya analisis dampak lingkungan yang harus diperhitungkan masak-masak, kemudian perencanaan apa yang harus dibuat akibat perbedaan bangunan pelengkap yang sedikit berbeda sampai nantinya berujung pada upaya operasional dan perawatannya.
Sehingga, sedikit perbedaan peristilahan itu saja, sesungguhnya akan menjadi perbedaan yang sangat bisa dirasakan manakala telah terwujud nyata di hadapan kita.
Kolam retensi pun biasanya memiliki banyak fungsi, setidaknya minimal dwifungsi. Yakni, fungsi pertama seperti yang disebut di atas yaitu menahan air ketika hujan deras maka kolam akan terisi air. Kemudian, bila telah menunaikan fungsinya menahan air, ia akan beralih fungsi, misalnya, sebagai area parkir maupun sarana olahraga. Model seperti ini banyak dilakukan di beberapa negara, contohnya, Jepang.
Di Jepang, kolam retensi merangkap sebagai lahan parkir dalam basement. Jika hujan deras difungsikan untuk menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka akan menjadi lahan untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah-daerah yang tidak bisa tidak pasti akan mengalami banjir alias langganan banjir.
Karena, bangunan atau gedung tersebut berada di daerah rendah yang dalam hal ini amat sangat sulit untuk direlokasi mengingat pentingnya bangunan atau gedung tersebut. Atau, biaya yang diperlukan untuk merelokasi dengan pembuatan kolam retensi ternyata lebih realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.
Sedangkan untuk lokasi yang masih luas dan lapang maka penggunaan kolam retensi dapat dioptimlakan dengan menambah fungsi lain yang memiliki nilai manfaat yang cukup tinggi pula dilihat dari sisi ekonomisnya. Seperti, kolam retensi terbuka yang berfungsi juga untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar.
Contoh itu dapat dilihat secara nyata di banyak tempat, seperti di Kirigauka Regulating Pond yang berada dekat Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia lapangan tenis yang banyak. Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan banjir, maka tempat tersebut dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau.
Namun, dalam kondisi normal alias tidak hujan maka kolam tersebut akan menjadi tempat berolahraga tenis, yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat.
Sekali lagi, memang keduanya, baik embung atau kolam retensi dapat mengurangi potensi banjir. Namun, kriteria dan konsep dasar pembangunan dari kedua bangunan air ini berbeda. Sehingga, jangan dibolak-balik, misalnya, penyebutan embung itu serupa dengan kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung.
Atau yang berkembang saat ini asumsi beberapa pihak menyebut embung itu adalah kolam ikan. (Lampung Post, edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun seperti penjelasan semula bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya ikan, tapi fungsi embung yang utama bukanlah sebagai kolam ikan.
Kolam retensi, kolam ikan bisa dibangun di mana saja alias tak perlu harus melulu disuplai air bersih, air kurang bersihpun bisa, sedangkan embung tidak, yakni harus air bersih yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nah, sekarang terserah Pemkot Bandar Lampung hendak membangun apa. Mau membangun embung silakan, mau membangun kolam retensi juga monggo, atau mau membangun kolam ikan pun boleh, asal sesuai dengan kriteria, kajian, dan peruntukannya. Bukan begitu? n
Sumber:  Lampung Post, Rabu, 30 Mei 2007

Embung Kolam Penampung Air

Salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan air di lahan sawah tadah hujan adalah dengan membangun kolam penampung air atau embung. Embung adalah kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau.
TUJUAN PEMBUATAN EMBUNG:
  • Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau.
  • Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani di lahan tadah hujan.
  • Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota.
  • Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir.
  • Memperbesar peresapan air ke dalam tanah.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu:
Tekstur tanah:
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat pada lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau ditembok sekeliling embung.
KEMIRINGAN LAHAN
Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan kemiringan antara 8 – 30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir kedalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.
Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah karena erosi.
LOKASI
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya, supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
UKURAN EMBUNG
Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan dan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m – 3 m.
JENIS TANAMAN DAN CARA PENGAIRAN
Umumnya embung digunakan untuk mengairi padi musim kemarau, palawija seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat air dari embung sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin. Sebaiknya teknik pengairan dilakukan dengan cara irigasi tetesan terutama untuk palawija dan irigasi pada sela-seta larikan.
Apabila air embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk mengairi hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada stadia primordia, pembungaan dan pengisian bulir padi. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh air.

PEMBUATAN EMBUNG

Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal tersebut dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan air melalui tanggul lebih sedikit.
Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Cara penggaliannya adalah sebagai berikut :
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul berkisar 25 – 50 cm.
Pelapisan tanah liat
Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap dengan cara : tanah liat (lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar kemudian secara berangsur naik ke dinding embung.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah.
Untuk menekan kelongsoran, pelapis dinding embung dipapas sampai mendekati kemiringan 70° – 80° atau dibuat undakan.
Pada tanah berpasir resapan air kebawah (perkolasi) maupun melalui tanggul agak cepat. Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau campuran kapur dengan tanah liat.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.
Sumber: PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BADAN LITBANG PERTANIAN DEPTAN, 1994
Disusun oleh : Ir. Eddy Purnomo
Diproduksi : IPPTP Wonocolo
Sumber Dana : APBD Tk. I Jatim
Tahun Anggaran 1997/1998

CONTOH SPESIFIKASI EMBUNG

EMBUNG KULAK SECANG

1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan prioritas peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah desa tertinggal, masih diperlukan pengembangan potensi sumber daya air yang ada di daerah tersebut terutama untuk daerah yang menghadapi kendala kesulitan memperoleh air untuk berbagai kebutuhan termasuk untuk kebutuhan irigasi.
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak kekurangan air khususnya di musim kemarau adalah dengan membangun embung – embung di daerah yang kekurangan air.
Embung selain dapat menampung air dimusim penghujan untuk digunakan di musim kemarau juga dapat menaikkan permukaan air tanah dan dapat mempertahankan simpanan air tanah di daerah hulu.
Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.

2. LOKASI PEKERJAAN
Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur.
3. MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
Maksud tujuan dan manfaat dibangunnya Embung Kulak Secang adalah :
a. Membantu kebutuhan air irigasi 71 Ha terutama di musim kemarau.
b. Pengembangan obyek wisata
c. Meningkatkan taraf hidup masyarakat disekitar embung.
4. KONSULTAN PERENCANA
Pelaksana pekerjaan Studi Investigasi dan Desain dilaksanakan oleh NIWY Consultant pada tahun 2002.
5. SUMBER DANA
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
6. DATA TEKNIK
6.1. Kolam Embung
  • Luas DAS : 1,50 Km2
  • Elevasi Muka Air Maksimum : + 107,99
  • Elevasi Muka Air Normal : + 107,00
  • Elevasi Muka Air Minimum : + 101,00
  • Luas Daerah Genangan (HWL) : 1,53 Ha.
  • Kapasitas Tampungan Total : 43.431,00 m3
  • Kapasitas Tampungan Efektif : 41.632,00 m3
6.2. Tubuh Embung
  • Type : Homogen Earth Fill
  • EL. Puncak : 109,00 m
  • Lebar Puncak : 5,00 m
  • Tinggi Embung : 10,00 m
  • Panjang As Embung : 87,50 m
6.3. Bangunan Pelimpah
  • Type : Non Gated Overflow
  • EL. Ambang : 107,00 m
  • Lebar Ambang : 5,00 m
  • Debit Banjir Rencana : 10,33 m3/dt
  • Bahan Konstruksi : Pasangan Batu Kali
6.4. Kolam Olak
  • Type : USBR Type III
  • Lebar Kolam Olak : 5,00 m
  • Panjang Kolam Olak : 6,00 m
6.5. Bangunan Pengambilan
  • Type Intake : Non Gated Horizontal Intake With Trash Rack
  • EL. Dasar Lubang Intake : 101,00 m
  • Type Konduit : Pipa Beton
  • Diameter Pipa (Dalam) : 0,30 m
  • Type Regulator : Sluice Valve At Outlet P

1 comment: